Untuk menjadi seorang ilmuwan handal yang mampu memberikan kontribusi penting dalam sejarah sains, seseorang memang perlu mengembangkan pemikiran kreatif yang jauh ke depan menjangkau apa yang tidak terpikirkan oleh umumnya orang. Inilah teladan yang ditunjukkan oleh Gerardus Hooft. Fisikawan kelahiran tahun 1946 di Den Helder, Belanda ini senantiasa membiasakan pikirannya diganggu oleh pertanyaan-pertanyaan kreatif yang diajukannya sendiri yang kemudian mengantarkan dirinya ke panggung penganugerahan Nobel Fisika, suatu penghargaan paling bergengsi di bidang fisika, pada tahun 1999.
Sejak kecil keinginan untuk menjadi ilmuwan memang sudah tertanam di benak Hooft. Ketika teman sebaya di masa kanak-kanaknya senang bermain sepeda, Hooft malah asyik memperhatikan dengan seksama cara kerja roda sepeda. Selain itu, Hooft kecil juga tertarik memperhatikan aktivitas semut dan bertanya-tanya seperti apakah hidupnya jika ia terlahir sebagai seekor semut? Pada usia 8 tahun, ketika guru sekolahnya bertanya akan jadi apa ia kelak kalau sudah dewasa? Jawabannya mantap: "seseorang yang tahu segalanya."
Ayah Hooft yang menangkap "kelainan" anaknya ini kemudian sering membelikan buku-buku pengetahuan dan permainan yang merangsang kreativitas Hooft. Suatu ketika Hooft pernah dibelikan mainan yang cukup mahal tetapi dengan perjanjian bahwa Hooft harus membuat apa yang diinstruksikan dalam buku panduan. Tetapi Hooft kemudian membuat model lain berdasarkan idenya sendiri. Ia bahkan mampu membuat robot yang dapat memungut suatu benda. Lain hari, ayahnya membelikan buku tentang radio. Iapun berusaha mengetahui cara kerja radio, walaupun hal itu bagi kebanyakan orang ketika itu masih sangat sulit dimengerti. Saat mempelajari seluk beluk radio, Hooft selalu bertanya dan bertanya, salah satu pertanyaannya adalah apakah mungkin membuat radio dengan hanya satu transistor baik untuk sinyal frekuensi tinggi dan rendah. Hooft mendapat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini melalui serangkaian percobaan yang ia lakukan.
Pada usia 16 tahun, Hooft berhasil meraih juara kedua dalam Olimpiade Matematika Nasional dan memperoleh hadiah dua buku yang ditulis oleh Georg Pólya, "Mathematik und Plausibles Schliessen". Ini adalah matematika jenis yang sangat ia suka. Buku itu berisikan banyak hal, di antaranya teorema Euler untuk polygon dalam ruang 3 dimensi. Pengetahuan ini berguna untuk karir Hooft selanjutnya.
Lepas sekolah menengah, Hooft masuk State University of Utrecht. Di sinilah tekadnya mulai menggebu untuk menjadi seorang fisikawan. Hooft ingin mempelajari apa yang dilihatnya sebagai jantung dari fisika, yakni partikel elementer. Di Utrech, iapun mengenal Martinus Veltman, profesor fisika teoritis dengan spesialisasi di bidang partikel subatomik. Veltman kemudian menjadi pembimbingnya dalam menulis karya ilmiah. Hooft tertarik dengan apa yang sedang dikerjakan Veltman saat itu, yakni: renormalisasi teori Yang-Mills. Kelak bersama Veltmanlah, Hooft menerima Nobel fisika atas hasil kerja mereka berdua dalam bidang itu.
Dalam menelurkan hasil karyanya, Hooft seringkali menentang arus. Kadang hasil pemikirannya diacuhkan oleh pemikir lain. Namun waktu menentukan bahwa pemikiran-pemikiran fisikawan yang mendapat Ph.D tahun 1972 ini tidak dapat dianggap enteng. Selesai mendapat Ph.D, Hooft bergabung dengan CERN (pusat fisika nuklir) Geneva selanjutnya ia menerima undangan sebagai dosen tamu di Harvard and Stanford. Sekembalinya ke Utrech pada tahun 1977, ia ditunjuk sebagai profesor penuh disana. Selama karirnya ini disamping hadiah Nobel, Hooft memperoleh penghargaan bergengsi lainnya seperti The Dannie Heineman Prize dari the American Physical Society (1979) dan the 1982 Wolf Prize. Ia juga anggota akademi ilmu pengetahuan Belanda sejak 1982.
Di tengah kesibukannya, ayah dari dua anak hasil perkawinannya dengan Albertha A. Schik, juga menulis banyak karya ilmiah dan buku di antaranya`In Search of the Ultimate Building Blocks'. Karya ilmiahnya bukan hanya dalam fisika partikel elementer, tetapi juga dalam kuantum gravitasi dan lubang hitam serta berbagai aspek fundamental dari fisika kuantum. Bagi Hooft, alam seperti halnya puzzle permainan bongkar pasang. Ia menyadari bahwa tugasnya adalah mencoba untuk memasang kembali potongan-potongan permainan itu sehingga membentuk kesatuan yang utuh. (Yohanes Surya)
sumber : Blog Prof.Yohanes Surya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar